Langsung ke konten utama

Lutung Kandang Kubah


Seperti biasanya, setiap hari Rabu, Kebun Binatang Jambu terlihat lengang meski waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB. Setiap hari Rabu, Kebun Binatang Jambu menutup diri dari kunjungan masyarakat, karena hari Rabu adalah hari untuk maintenance semua fasilitas, baik itu fasilitas satwa maupun fasilitas untuk pengunjung. Setiap hari Rabu, tidak ada satu pun satwa yang ditempatkan di kandang ekshibisi, dengan kata lain hari Rabu adalah hari libur bagi satwa. Hari Rabu adalah hari dimana para satwa berleha-leha di kandang pribadinya dan hari dimana mereka tidak perlu bergenit-genitan menarik perhatian pengunjung.

Hari Rabu di minggu pertama bulan Oktober ini sebenarnya tidak terdapat sesuatu kondisi yang luar biasa, hanya rutinitas seperti hari Rabu lainnya, yakni diantaranya adalah para petugas kebersihan yang tengah melakukan general cleaning dan perbaikan kandang ekshibisi yang kurang layak, penataan taman, keeper satwa yang tengah membersihkan kandang-kandang pribadi satwa, tim kesehatan yang terdiri dari paramedis dan dokter hewan berkeliling memeriksa kesehatan fisik setiap satwa, serta karyawan kebun binatang lainnya yang sibuk mengecat kantor administrasi dan loket tiket. Namun, yang berbeda di hari Rabu ini adalah waktunya penggabungan kelompok lutung budeng baru ke kelompok lutung budeng lama. Penggabungan dalam satu kandang ini dilakukan karena terbatasnya kandang lutung di Kebun Binatang Jambu. Pengurus Kebun Binatang dalam press conference sekitar dua minggu lalu menyampaikan bahwa penggabungan ini sifatnya sementara sampai kandang baru selesai dibangun.

Kelompok lutung budeng baru tersebut berasal dari sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dari koleksi seorang pejabat. Empat ekor lutung budeng baru tersebut terdiri dari satu ekor jantan dan tiga ekor betina. Kebun Binatang Jambu telah ditunjuk pemerintah setempat untuk menampung sementara satwa-satwa liar hasil sitaan. Sesuai dengan prosedur Kebun Binatang, setelah satwa selesai masa karantina sekitar dua minggu, satwa hasil sitaan akan dipindahkan dan ditempatkan di kandang “pribadi” satwa. Sedangkan untuk satwa primata, biasanya akan dilakukan semi-penggabungan terlebih dahulu selepas masa karantina untuk melihat kesiapan dan penerimaan satwa lama terhadap satwa baru. Hari Rabu pagi ini adalah saatnya empat ekor lutung budeng baru hasil sitaan resmi bergabung dengan enam ekor lutung budeng yang sudah lama mendiami Kebun Binatang Jambu.

Pukul 10.30 WIB keempat ekor lutung budeng baru telah mendiami kandang besar berbentuk kubah yang di dalamnya berisikan dua pohon rasamala, dua pohon sengon dan tiga pohon puspa. Penempatan keempat ekor lutung budeng tersebut tentunya dilakukan setelah pemeriksaan fisik oleh tim kesehatan. Di awal waktu penggabungan, enam ekor lutung budeng lama terlihat menerima kehadiran empat ekor lutung budeng baru. Selama satu jam, keeper dan paramedis mengamati mereka, dan tidak terlihat sedikitpun keanehan diantara mereka. Keeper dan paramedis meninggalkan kandang kubah tersebut tepat pada pukul 11.30 WIB setelah semua dirasa wajar.


“Hei kalian, lutung baru, kalian hanya boleh menempati satu pohon sengon di pojok sana!”, teriak Suto yang sedang nongkrong di pohon rasamala di tengah kubah sambil menunjuk ke arah sisi pojok barat kandang kubah. Suto adalah jantan dominan dan pemimpin di kelompok lutung budeng lama.

Begitu mendengar perintah Suto, keempat lutung budeng yang awalnya nongkrong asyik di pohon rasamala di sebelah pohon rasamala tempat si Suto berdiam langsung melompat melewati dahan dan ranting menuju pohon sengon di pojok barat kandang kubah. Kaget sepertinya, karena suara Suto memecah keriangan mereka bisa tinggal di kubah besar setelah sekian lama hidup di kandang sempit nan bau di halaman belakang rumah pak pejabat.

“Kalian jangan macam-macam ya, di sini akulah pemimpinnya”, ujar Suto setengah berteriak sambil beranjak ke dahan paling atas pohon rasamala tempatnya berdiam.

“Baik Suto, kami akan menuruti apa perintahmu”, ucap Cemplis sambil membenarkan posisi duduknya di salah satu dahan pohon sengon pojok kandang kubah. Cemplis merupakan lutung jantan pemimpin kelompok lutung budeng baru. Cemplis tampaknya jauh lebih muda jika dibandingkan dengan Suto.

“Hooi, beraninya kau menyebut namaku tanpa ada sebutan tuan!”, teriak Suto sambil menuruni dahan dan ranting rasamala menuju pohon sengon tempat keempat lutung budeng baru berdiam.

“B-b-b-bbaik tuan Suto.”, ujar Cemplis gemetaran sambil beranjak ke dahan sebelah atas dari dahan tempat asal dan berharap Suto kembali ke dahan paling atas pohon rasamala.

Di siang hari Rabu ini, keempat ekor lutung budeng yang baru masuk tersebut terlihat hanya berdiam di dahan-dahan pohon sengon yang terlihat agak miring, seperti tidak bisa menampung beban berat keempat ekor lutung budeng. Pohon sengon di pojok barat kandang kubah merupakan pohon yang lebih baru dari pohon lainnya yang ditanam oleh pengelola Kebun Binatang Jambu di dalam kandang kubah, sehingga dilihat dari fisiknya, pohon sengon di pojok barat kandang kubah belum terlalu kuat menampung beban berlebih dari empat ekor lutung budeng dewasa.

Bahkan sampai-sampai mereka takut mengambil buah-buahan yang disediakan oleh pengelola. Buah-buahan tersebut memang diletakkan di meja kayu di bawah pohon rasamala tempat Suto berdiam. Cuaca pun berubah, mendung menggelayut yang sejak pagi berbuah hujan di siang bolong. Keempat ekor lutung budeng baru tersebut pun hanya bisa berdiam di pohon sengon pojok kandang kubah, tidak berani beranjak mencari pohon yang lebih teduh. Sementara Suto bersama lima ekor lutung lama berdiam di pohon rasamala yang rimbunnya mampu menahan air hujan untuk tidak mengenai tubuh mereka. Pohon sengon tidaklah seperti pohon rasamala, apalagi pohon sengon pojok kandang kubah tidaklah besar dan tidaklah rimbun.

Hujan yang tadinya tidak terlalu deras, tiba-tiba menjadi sangat deras dan disertai dengan petir menyambar-nyambar. Aman untuk kelompok Suto dan tidak aman untuk kelompok Cemplis. Selain itu, angin yang berhembus juga semakin meningkat intesitasnya. Bahkan bisa dibilang hujan di siang ini adalah sederas-derasnya hujan sejak hujan pertama turun di bulan September.

“Suto, biarkan mereka bersama kita berteduh di rasamala ini.”, ucap Mbah Roti sambil mengusap rambut kepalanya yang basah terkena tetesan air hujan. Mbah Roti adalah lutung jantan paling tua di kandang kubah dan Mbah Roti sebetulnya bukan masuk dalam kelompok Suto. Karena Mbah Roti sudah mendiami kandang kubah jauh sebelun Suto dan kelompoknya datang, sebelumnya Suto agak segan dengan Mbah Roti.

Boleh dikata, Suto selalu menuruti perintah Mbah Roti, meskipun sebenarnya bukanlah selalu, karena sering juga Suto berseberangan dengan Mbah Roti. Namun akhir-akhir ini, Suto terlihat lebih berseberangan dengan Mbah Roti, entah disebabkan oleh apa. Misalnya dalam pembagian buah yang diberikan oleh pengelola, biasanya Mbah Roti bebas memilih terlebih dahulu buah, tetapi akhir-akhir ini Suto yang berkuasa akan buah-buahan tersebut. Bahkan, seminggu yang lalu, Suto pernah mendorong Mbah Roti dari dahan teratas pohon rasamala, dan terjatuhlah Mbah Roti. Namun, untung Mbah Roti masih bisa berpegangan pada salah satu dahan rasamala. Sifat dan sikap Suto yang berubah drastis seperti itu sudah sering diprotes oleh kelompoknya, terutama Mbak Nonong.

Bukan Suto namanya jika tidak jahil, siapa pun yang protes akan sikap dan tindakannya akan menerima akibatnya. Seperti yang dialami oleh Mbak Nonong yang sering diserang dan didorong dari dahan tempatnya berdiam. Sampai akhirnya tidak ada yang berani melawannya.

“Diam kau kakek tua, ajalmu sebentar lagi, mungkin juga kau akan mati kedinginan selepas hujan lebat ini.”, jawab Suto menimpali Mbah Roti.

“Suto, mana sopan santunmu!”, teriak Mbak Nonong sambil mendekati Suto berharap dapat menamparnya.

“BRUKKKKK”, terdengar suara benda menghantam sebuah papan kayu. Suara tersebut berasal dari tubuh Mbak Nonong menghantam meja kayu tempat meletakkan buah-buahan. Buah-buahan pun berhamburan ke rerumutan di bawah meja tersebut. Suto lah yang menyebabkan Mbak Nonong jatuh, Suto mendorong Mbak Nonong yang sejatinya tengah memperingatkan Suto akan sikapnya. Limbung dan terjatuh mengenai meja kayu. Hujan semakin derasnya, sampai-sampai teriakan-teriakan ketidaksetujuan oleh anggota kelompok Suto terdengar bersahut-sahutan dengan suara air hujan yang mengenai besi-besi kandang kubah dan suara petir.

“Ayah, kali ini aku menentangmu, karena kau sudah keterlaluan.”, ujar Mblenyik tiba-tiba sambil mendekati Suto. Mblenyik adalah lutung betina muda, anak dari Suto yang beribukan Mbak Kemon.

“Mblenyik, sudah-sudah, sini nak.”, pinta Mbak Kemon berharap anaknya menyudahi perkara dengan bapaknya. Mbak Kemon sangat khawatir suaminya nekat menghabisi nyawa anaknya, hanya gara-gara berbeda pandangan.

“Hei, dasar anak tak tahu diuntung, mau apa kau?”, teriak Suto sambil mendekati muka anaknya tersebut.

Tanpa suara sedikitpun, Mbah Roti begerak mendekati Suto dan Mblenyik yang tengah saling berhadap-hadapan. Sesampainya di tempat perseteruan tersebut, Mbah Roti menarik ekor Mblenyik dengan harapan dapat menarik Mblenyik dari situasi yang tidak terduga. Namun nahas, begitu jari tangan Mbah Roti menyentuh rambut ekor Mblenyik, Suto menyerang Mbah Roti, mendorongnya sampai terjatuh. Suara benda jatuh pun bercampur baur dengan gelegar petir.

“Ayah, kenapa kau tega berbuat seperti ini, apa hanya karena kekuasaan engkau begini?”, tanya Mblenyik di tengah mulai redanya suara hujan.

“Betul kata anakmu itu, kau harus paham, kita sesama lutung budeng harusnya tidak begini, kita sama-sama satu jenis, jika kau menganggap kami berbeda, maka bukan begini caranya, kita harusnya bersatu dan kerjasama untuk saling mengisi perbedaan, kau butuh kami dan kami pun butuh kau.”, ucap Mbak Pola panjang lebar sambil beranjak dari tempat berdiamnya yang letaknya di bawah dahan tempat Suto dan Mblenyik berseteru. Mbak Pola adalah salah satu lutung betina dalam kelompok Suto.

“Ah, jangan ikut campur kau, Pola!”, teriak Suto memecah heningnya suasana selepas hujan reda.

“Apa yang menggerakkanmu seperti ini Mas Suto, apa kau memusuhi mereka hanya karena berbeda asal kah? Ataukah kau ingin disembah oleh mereka dan kita-kita lantaran kau adalah penguasa satu-satunya”, Mbak Pola menimpali sambil bergerak ke atas menuju dahan tempat Suto dan Mblenyik berseteru.

“Sekali lagi kau meracau seperti itu, kau akan jadi seperti si kakek tua dan Nonong, diam kau!”

“Kau belum jawab pertanyaanku Mas Suto, ingat Mas, kau hanya lah dominan di kubah ini, kau bukan siapa-siapa di luar sana.”, ucap Mbak Pola yang sudah berhadapan dengan muka Suto dan di samping Mblenyik.

“Ah diam kalian!”, teriak Suto sambil bergerak ke arah Mbak Pola dan Mblenyik. Pertarungan sengit diantara ketiga lutung budeng pun terjadi. Biasanya yang kita lihat di acara film-film dokumenter tentang satwa adalah pertarungan terjadi antara dua jantan dominan, tetapi siang ini adalah sebuah anomali, jantan bertarung dengan dua betina, aneh memang. Mungkin itu lah yang terjadi di manusia ketika demam kekuasaan sudah menjangkiti diri manusia, maka kompetisi tidak sehat pun akan dilakukan, bahkan secara tidak gentle sekalipun.

“BRUKKKKK”, kembali terdengar suara benda jatuh menghantam tanah. Suto terbaring di rerumputan basah dan sedikit tergenang air di bawah pohon rasamala. Mbah Roti dan Mbak Nonong mendekati Suto sambil tertatih-tatih. Kemudian, Mblenyik dan Mbak Pola mulai turun menuju dahan paling bawah pohon rasamala melihat sesuatu yang aneh yang baru saja terjadi.

“Gimana tembakan bius saya, tepat sasaran kan?”, tanya Pak Dokter Hewan kepada Mas Telo, si paramedis, sambil membuka gembok kandang kubah.

“Mantab Pak Dok, tapi itu si lutung besar jatuh, tinggi lho”, ujar Mas Telo sambil mempersilakan Dokter Hewan memasuki kandang kubah serta kemudian ikut masuk dan cepat-cepat menutup pintu kandang kubah.

“Kita langsung bawa dia ke klinik ya, semoga semuanya oke, besok soalnya dia harus masuk ke kandang di belakang sana”, perintah Pak Dokter Hewan dengan sedikit penjelasan sambil berjalan mendekati Suto yang masih terbaring.

“Memang mau dibawa kemana ta dok?”

“Itu lho persiapan digabung dengan kelompok lutung yang di kandang belakang untuk persiapan pertukaran satwa ke Arab Saudi.”, jawab Pak Dokter Hewan.

Dengan cekatan Mas Telo membawa Suto keluar kandang kubah. Sewaktu Suto diambil, kedua lutung yang sebelumnya mengerumuni Suto mencoba kabur naik ke atas pohon rasamala, tetapi gagal karena tubuhnya masih lemas setelah dijatuhkan Suto beberapa waktu lalu.

“Lho lho, kedua lutung itu kok ada di bawah?, jatuh karena hujan angin mungkin ya; Telo, kamu awasi dua lutung itu ya, kalau ada apa-apa kasih tahu saya”, ujar Pak Dokter Hewan.

“Baik Pak Dok!”, jawab Mas Telo sambil meletakkan Suto ke dalam mobil ambulance satwa.

Tak berapa lama mobil ambulance satwa tersebut beranjak pergi meninggalkan kandang kubah sambil memecah kesunyian gerimis yang masih terjadi. Kemudian, keempat ekor lutung budeng baru dengan sesegera mungkin menuruni pohon sengon dan beregerak menuju ke arah Mbak Nonong dan Mbah Roti untuk memberikan pertolongan. 

Komentar

  1. Unik2 ya nama lutungnya.
    keren2. terus lanjutkan untuk menulis ya bro.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Kabar Dari Kota Empus

Arus kucing terbilang cukup padat di kota ini, dari sore hari setelah waktu Ashar sampai Subuh, riuh para kucing selalu memenuhi setiap jalan raya baik yang berjalan kaki maupun yang menggunakan kendaraan umum dan pribadi, bahkan bisa dibilang kemacetan selalu terjadi setiap harinya, kecuali hari minggu. Namun, terkadang di hari minggu pun muncul kemacetan. Kota Empus merupakan salah satu kota besar di Republik Meong, dan kota ini merupakan kota campur-baur, yakni kota hunian sekaligus bisnis, pemerintahan dan industri. Kondisi kota yang demikian telah menjadikan kota Empus menjadi kota dengan indeks kesemrawutan tertinggi diantara kota-kota lainnya di Republik Meong. Polusi juga tinggi di kota ini, selain itu, angka kriminalitas juga dibilang cukup tinggi, terutama ketika siang bolong saat para kucing warga kota mengistirahatkan tubuh mereka. Seperti halnya kota-kota besar lainnya, apalagi dengan campur-baurnya kepentingan, kota Empus tidak bisa lepas dari arus urbanisasi. Ko

Kisah Di RT Tujuh Belas

“Mas, sampeyan kok belakangan ini jarang kelihatan ya?” “Ya ya memang Plon, saya baru kena musibah, ini baru sembuh.” Sebuah percakapan antara dua ekor kucing jantan yang bernama Cemplon dan Konyik, di atas atap sebuah rumah berlantai dua di perumahan yang tergolong lama. Perumahan lama tersebut telah berdiri sejak tahun 1945 dan mempunyai populasi kucing yang terbilang besar. Setiap RT pasti terdapat komunitas kucing yang terdiri dari jantan alfa atau dominan sebagai leader dan kucing-kucing lain sebagai pengikut. Cemplon dan Konyik merupakan kucing yang menghuni RT. 17 sejak tiga tahunan yang lalu. Orang tua mereka dahulunya sama-sama merupakan penghuni RT. 08. Cemplon terlahir dari pasangan kucing kampung tulen, yang mana bapaknya merupakan kucing jantan alfa dan ibunya merupakan kucing betina primadona di RT. 08. Sedangkan, Konyik terlahir sebagai kucing campuran, bapaknya merupakan kucing angora tulen dan ibunya merupakan kucing kampung yang tidak terlalu cantik. C